Kamis, 08 September 2016
WANITA HAIDL WAJIBKAH BERPUASA?
05.18 |
Diposting oleh
Faizahmahrus |
Edit Entri
Banyak yang ramai ketika abimu mewajibkan wanita
haidl agar berpuasa, namun ummik juga bertanya, diantara pertanyaan dan jawabannya:
Ummik: Apakah
ada dalil yang mewajibkan wanita harus berpuasa?
Abimu: Wanita
haidl itu wajib berpuasa, yang diperbolehkan tidak berpuasa/mengqodlo, hanya
orang yang sakit dan bepergian. Dalam QS Al Baqarah 184:
أَيَّامً۬ا مَّعۡدُودَٲتٍ۬ۚ
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ أَيَّامٍ
أُخَرَۚ
[yaitu]
dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa]
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari- hari yang lain.
Ummik: Bukankah wanita haidl, ada pengecualian karena kondisi saat itu
tidak normal (terkadang butuh banyak cairan, madu, sakit dilep) Sehingga Rasul memberi keringanan. Aisyah berkata: Kita pernah mengalami haidl
dimasa Rasul SAW, lalu kita suci, lantas Rasulullah SAW memerintah kita
mengqadla puasa dan tidak mengqadla salat (Muttafaq Alaih) hutang puasa memang harus diqodo dilain hari.
Rasul pernah
bertanya” Bukankah wanita ketika haidl tidak melakukan salat dan puasa? Mereka
menjawab: Ya” Itulah kekurangan akalnya (hadis muttafaq Alaih)
Perbedaan lelaki dan wanita haidl, tidak bisa dibantah dengan akal atau kaidah mantiq (bisa bekerja, pergi kok tidak salat/puasa) kita hanya berpedoman
QS Al Baqarah 222:
قُلۡ هُوَ أَذً۬ى ۖ
Katakanlah:
"Haid itu adalah kotoran/darah penyakit".
Ketika itu lebih cenderung lemah, sehingga diberi kemurahan yang berbeda dengan kaum lelaki yang tidak ada libur, meskipun sakit parah, tetap diperintah salat semampunya.
Ketika itu lebih cenderung lemah, sehingga diberi kemurahan yang berbeda dengan kaum lelaki yang tidak ada libur, meskipun sakit parah, tetap diperintah salat semampunya.
Abimu: Riwayat lain tidak ada tambahan (yang
melarang berpuasa) itu hanya tambahan perawi.
Ummik:
Berarti ada, hadis yang menjelaskan wanita haidl dilarang salat dan berpuasa,
sedangkan riwayat lain tidak ada larangan berpuasa?
Menurutku,
adanya perawi menambah (jangan berpuasa) karena asalnya wanita haidl itu, dilarang
berpuasa, sehingga menyebar dikalangan mereka (dilarang salat dan
berpuasa). Wallaahu A’lam.
Namun ijma’ para ulama/memberi keringanan, karena hal itu yang dibutuhkan
kebanyakan wanita ketika haidl, Allah berpesan dalam QS An Nahl 116:
وَلَا تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ
أَلۡسِنَتُڪُمُ ٱلۡكَذِبَ هَـٰذَا حَلَـٰلٌ۬ وَهَـٰذَا حَرَامٌ۬ لِّتَفۡتَرُواْ
عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ
لَا يُفۡلِحُونَ
Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah tiadalah beruntung
Orang mukmin
adalah orang yang patuh terhadap ajaran (islam) namun ketika ada perubahan yang
mendadak, mereka bingung. Jadi tidak bisa dikatakan berpaling dari kebenaran. (QS
Al Mukminun 71)
وَلَوِ ٱتَّبَعَ ٱلۡحَقُّ أَهۡوَآءَهُمۡ لَفَسَدَتِ ٱلسَّمَـٰوَٲتُ
وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّۚ بَلۡ أَتَيۡنَـٰهُم بِذِڪۡرِهِمۡ فَهُمۡ عَن
ذِكۡرِهِم مُّعۡرِضُونَ
Dan seandainya kebenaran itu
menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang
ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi
mereka berpaling dari peringatan itu.
Tidak semua yang dilarang itu haram dan tidak semua yang
diperintah itu wajib, kecuali yang jelas dalilnya.
Mungkin
hadis yang melarang wanita salat dan berpuasa, berdasarkan kenyataan (para
wanita) waktu itu butuh keringanan. Sedangkan riwayat lain (hanya
dilarang berpuasa) mungkin wanita tersebut, darah tinggi, obatnya harus
berpuasa. Yang jelas kita diperintah dalam QS Ali Imran 159:
وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِۖ
فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ
ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
Dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu [1]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Di zaman
Rasul hadis tidak ditulis karena menimbulkan perpecahan. Ingatlah orang yang
mendapat do’a dari Rasul (semoga dirahmati/diangkat derajatnya) ialah mereka
yang mendengar apa yang disampaikan Rasul, lantas mengamalkan dan menyampaikan
sebagaimana dia mendengar sabdaku.
Sampaikan
yang jelas perintah/larangan, sehingga tidak ada yang heboh, dan tidak layak
menyalahkan para ulama, sedangkan diri sendiri merasa benar karena berpedoman
QS Al Qomar 24:
فَقَالُوٓاْ أَبَشَرً۬ا
مِّنَّا وَٲحِدً۬ا نَّتَّبِعُهُ ۥۤ إِنَّآ إِذً۬ا لَّفِى ضَلَـٰلٍ۬ وَسُعُرٍ
Maka
mereka berkata: "Bagaimana kita akan mengikuti saja seorang manusia
[biasa] di antara kita? Sesungguhnya kalau kita begitu benar-benar berada dalam
keadaan sesat dan gila.
Perkataan
tersebut adalah perkataan orang kafir/kaum samud kepada Nabi Salih. Debat
tidak akan selesai. Lebih baik disibukkan membaca Al Quran/berzikir yang jelas diperintah, untuk mencapai baris depan. Telah mendahului Al
Mufarridun, para sahabat bertanya, siapakah Al Mufarridun? Beliau menjawab”
Seorang laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah.
Kita
diperintah menyampaikan ayat-ayat Al Quran sebagai penyejuk/rahmat dan obat
bagi ummat yang beriman, keberhasilan Rasul dalam berdakwah, ialah dengan
menyampaikan Al Quran, sehingga banyak yang sadar dan masuk islam.
Wassalam.
Artikel Terkait:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar